Sabtu, 14 Oktober 2023

Setelah Hujan Reda


Setelah Hujan Reda

Oleh: Hujan Tarigan a.k.a T. Arief


Chapter I


Panggung : Terlihat sepi. Di panggung terlihat sebuah meja terletak di sudut kanan. Selembar bendera lusuh terikat pada sebatang bambu dan hampir tumbang menyentuh tanah


Musik : Suara tetesan hujan yang mulai reda. Suara-ayam-ayam dan unggas lain. Terdengar  suara anak-anak bermain.


Lampu : Redup, perlahan-lahan cerah, seiring suara tetes hujan yang semakin mereda


MASUK BEBERAPA PETANI, MEMIKUL PACUL DAN MENJINJING BAKUL. BERSENDA GURAU DAN BERHENTI DI TENGAH PANGGUNG.


1. Petani 1

(MEMBUNGKUK DAN MELETAKKAN PACULNYA PERLAHAN-LAHAN). Wah… hujannya sudah reda ya? 


2. Petani 2

(BATUK). Iya, hujannya reda. Matahari sudah muncul lagi pagi ini.


3. Petani 3

(MENURUNKAN BAKULNYA). Seminggu hujan terus, sawah kita sudah tergenangi air. Sekarang sudah menjadi pemandian bebek-bebk agaknya. Lihat..! (MENUNJUK LANGIT). Ada pelangi yang melingkari matahari.


4. Petani 2

(BATUK). Ya… salam.. indah sekali. Seperti puisi langit yang dihadiahi pada kita sereda hujan.


5. Petani 1

Ck..ck..ck. kalian ingat ini hari apa?


6. Petani 2

Hari Minggu 


7. Petani 3

Memangnya kenapa kang?


8. Petani 1

Tidak, tidak apa-apa. 


9. Petani 2

Wah… kakang ini lho, ada-ada saja. Kenapa memang hari ini?


10. Petani 1

8 tahun yang lalu, Soekarno mencatat sejarah baru di bumi kita ini. 


11. Petani 2

Astaga! Nyong kok lupa ya? Piye iki?


12. Petani 3

17 Agustus…. Ini khan? Wis, sekarang cepetan turunnya. Nanti kita ketinggalan konvoi lho.


13. Petani 2

Memangnya ada konvoi apaan toh yuk? Setahuku malam nanti akan ada syukuran di balai desa. Apa.. ada tambahan acara lain ya?


14. Petani 1

Ada, kabarnya Soekarno mau mampir disini..


15. Petani 2

Ah.. mosok? Meriah acaranya…


16. Petani 1

Oh… ya wis lah sekarang. Ngobrolnya kita hentikan saja. Biar beres-beresnya cepat selesai…(MENGANGKAT PACULNYA).


17. Petani 3

Ayo kang, kita jalan…


18. Petani 2.

Monggo kang, monggo m’ba yu



SEMUA PETANI BERJALAN MENUJU SIDE KIRI. BLACK OUT


MASUK ORANG GILA, DANDANANNYA SEPERTI SEORANG TENTARA, TERBUNGKUK-BUNGKUK SAMBIL SESEKALI MENAHAN BATUK.


19. Orang gila.

Hujannya sudah reda ya? (MERAPIKAN BAJU DAN DANDANANNYA). Seminggu hujan terus, he..he… capek juga dia akhirnya. Jauh-jauh aku datang dari sebuah negeri entah, ya.. negeri entah.. sebuah negeri yang entah… entah, gitu lho..

Entah negeri itu benar-benar ada, entah negeri itu tidak benar-benar ada… ah.. entahlah (TERTAWA). Sekarang di negeriku juga sama seperti disini, sedang musim hujan. Hujan terus.. sepanjang malam. Bagi, yang sudah memiliki pasangan, hujan malam-malam bisa menggairahkan.. tapi,, bagi yang sendiri? Iya.. iya matilah kedinginan sendiri. Tadi malam, walaupun hujan, tapi di langit ada bintang.. di genangan air ada bintang… di dadaku juga ada bintang. Bintang-bintang keberanian. (MENIUP BINTANG-BINTANGNYA SATU-SATU). Ini kudapat ketika aku menjadi laskar pada peristiwa battle of Britain.. kala itu, pesawat yang kutumpangi dengan gagah menabrakkan diri pada kapal negara kapital di pearl harbour. Bintang ini dari Soekarno. (TERTAWA). Bintang yang ini kudapat ketika peristiwa Bandung lautan api. Aku sudah menjadi prajurit ketika itu. Aku kenal dekat dengan Muhammad Toha. Dia sempat ngopi denganku sebelum pada akhirnya kami berpisah untuk selama-lamanya.  Ini bintang yang paling aku suka, bentuknya seperti salib. Unik. Kalau tak salah bintang ini aku dapatkan ketika perang Diponegoro. Ya.. Diponegoro. Aku juga kenal orang itu, pahlawan Aceh yang matinya di gantung itu. Wow… aku terinspirasi oleh semangatnya. Bintang yang ini… yang ini…yang ini dan yang ini..ada banyak bintang didadaku yang tak bisa aku ceritakan semua.. bintang-bintang keberanian…. Bintang-bintang yang tak dimiliki oleh setiap orang. Bintang yang tak dimiliki tuhan. 

Bintang… bintang…. Bin… (TERPUTUS. MASUK BEBERAPA PEMUDA). 


20. Pemuda 1

Ayo,  minggir bung, jangan ditengah jalan. Nanti ketabrak orang yang lalu lalang lho. (ORANG GILA BERHENTI, SEDIKIT BERGESER).


21. Pemuda 2

Dasar wong edan, minggir-minggir.. aku tabrak juga kau! 


22. Orang gila

(MENYINGKIR). He.. tidak punya sopan, ngeledek pada seorang prajurit, tak takut kualat kau? 


23. Pemuda 2

Siapa peduli kau ini siapa? Kau tidak lihat aku sedang sibuk ya? Lagi pula kau mengaku sebegai seorang pejuang… siapa yang percaya. 


24. Pemuda 3

(SAMBIL MENGANGKAT UMBUL-UMBUL) Hei pemalas, apa tidak ada yang seru dari kegilaanmu?

Pejuang… pejuang apa? Pengangguran, tak punya kerjaan! Zaman sudah merdeka bung, kau masih saja menenteng-nenteng senjata. 


25. Pemuda1

Sstttt… sudah-sudah. Jangan diladeni. Minggir-minggir.. (MENDORONG orang gila). Ayo.. minggir orang gila…


26. Orang gila

Ah… (MARAH). Jangan buat aku marah. Jangan buat sang komandan yang murah hati ini jadi murka. Kalian.. apa tidak ada kerjaan lain? Sana… berbaris… cepat….!!!(MENGANGGKAT TONGKAT DAN MULAI MENYERANG). Laksanakan…!!!


27. Pemuda 2 

Awas! Dia jadi gila… ayo kabur…. Kabur!!!


SEMUA PEMUDA LARI MENINGGALKAN ORANG GILA SENDIRI.


28. Orang gila

Hei…. Mau kemana kalian semua? Kembali… kembali kedalam barisan kunyuk.  Bah… dasar penakut, laskar mental tempe! Sinting! 


TERDENGAR suara DARI BALIK PANGGUNG

“Proklamasi


Kamoë bansa Indonesia, deungòn njoë meupeunjata kemerdehkaan Indonesia

Hai-hai njang meunjangkôt peneudjôk keukuwasaan dan laèn-laèn, dipeugôt deungòn but njang jrôh dan lam watèë njang sepaneuk-paneuk djih


Jakarta, Tujoëh blah Agustus sikureuëng blah peuët plôh limoëng

Ateueh Nan Bansa Indonesia

Soekarno-Hatta”


ORANG GILA TERIAK “MERDEKA! MERDEKA! MERDEKA!”



29. Sugino

(MASUK). Lapor komandan! Deville sudah memasuki gerbang. Bandung secepatnya kita rebut kembali. 


30. Orang gila

Siapa kau?


31. Sugino

Bagaimana anda sudah lupa?. Saya Sugino, teman karibmu di kesatuan


32. Orang gila

Oh…begitu? Maaf aku sedikit lupa. Akhir-akhir ini ingatanku memang sedikit terganggu. Maklumlah. Menurut berita dari orang yang datang dari kampung tempatku tinggal, istriku sedang hamil muda. Ah.. aku jadi gembira. Gembira sekali.





33. Sugino

Kalau begitu, aku juga ikut berbahagia komandan. Tentunya sekarang kau sudah semakin sukses saja. Punya karir yang bagus, punya istri yang cantik, dan sekarang bakal punya anak. Wah… hebat.


34. Orang gila

Oh..  tentu. Tentu itu. Tidak semua lelaki yang bergabung didalam kesatuan ini, sekarang memiliki perasaan sepertiku. (TERTAWA). Aku sudah tak tahan untuk kembali merebut Bandung. Aku sudah tak sabar untuk kembali kerumah dan berkumpul dengan istriku.


35. Sugino

Aku  jadi iri pada kau, komandan.


36. Orang gila.

Apa? Iri? Sugino, kau adalah teman baikku. Tapi, disini, di kesatuan ini, hubungan itu harus kita lupakan sejenak. Aku komandanmu. Dan kau bawahanku. Sudah jelas ‘kan struktur kerjanya?


37. Sugino

Maaf kawanku yang sekarang komandan. Maksudku, hidup kau benar-benar sempurna sekarang


38. Orang gila

Oh iya… tentu itu. Ah.. sudah. Sekarang, kau kembali kebarisan. Sebentar lagi inspeksi akan kulakukan. Berbarislah kalian yang benar..


SUGINO KELUAR


39. Orang gila

Aku senang sekali sekarang. Mudah-mudahan saja, tuhan masih memberiku satu kehidupan lagi nanti. Mudah-mudahan saja, Bandung bukan tempat terakhir aku mengangkat senjata. Aku masih ingin hidup lama tuhan…

(BATUK DAN MENGINGAT SESUATU)


MASUK SUGINO DAN BEBERAPA LASKAR LAIN.


40. Sugino

Lapor komandan! Pasukan sudah siap!


41. Orang gila 

Bagus.. sekarang, bersiaplah. Kita akan menulis sejarah baru. Hari ini, walau nama kita tak semuanya tertulis dalam prasasti, tapi ingat, bukan untuk sebuah nama yang dikenang kita pergi berjuang. Tapi untuk sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan yang mahal.

Apa kalian menyesal telah menjadi sukarelawan dan bergabung dalam TKR?

(SEMUA PRAJURIT MENYAHUT “TIDAK”). Bagus kalau begitu. Aku senang mendapat darah yang baru. Darah yang dipenuhi semangat kemudaan. Semangat kemerdekaan.

Kau (PADA PRAJURIT SATU). Siapa namamu?



42. Prajurit1

Jarot komandan.


43. Orang gila

Bagus. Apa yang ada di pundakmu itu?


44. Prajurit 1

Bedil komandan


45. Orang gila

Tolol! Bego! Sinting! Dungu! Kau tidak lihat apa yang ada di pundakmu itu? (PRAJURUT 1 MENGGELENG BINGUNG). Itu harapan dan cita-cita rakyat Indonesia tolol. Di pundakmu sekarang sedang ditimpakan harapan itu, kau mengerti?


46. Prajurit 1

Siap!! Mengerti komandan!


47. Orang gila

Bagus anak muda. Dan kau (PADA PRAJURIT 2). Apa yang ada di pundakmu?


48. Prajurit 2

Cita-cita kemerdekaan  rakyat Indonesia, komandaan ! (CEPAT DAN KERAS)


49. Orang gila

Guoblok! (MENYIKUT PRAJURIT 2). Itu bedil! Kau tanyakan pada anak umur tujuh tahunpun, dia pasti jawab kalau itu bedil. Bodoh kok dipelihara! Dan ini apa ini? (MENUNJUK KEPALA PRAJURIT 2). Segala bakul di bawa-bawa. Memangnya kau mau main ketoprak?


50. Prajuri 2

Siap komandan! Belum dapat topi baja dari markas. Perintah markas komandan, bunuh satu Belanda dan rebut topi bajanya


51. Orang gila

Cukup! Banyak alasan kau! ( MENINJU PERUT PRAJURIT 2). Kau belum makan ya? (PRAJURIT 2 MENGGELENG DIIKUTI PRAJURIT YANG LAIN). Sama, aku juga belum makan dari malam tadi.

Lihat, lihat si tolol ini, apa yang dibawanya? (PADA PRAJURIT 3). Bambu runcing, dandang nasi, (TERTAWA). Kau mau kemana nak? Mau apa kau dengan bambu itu?

Pulang sana.. (KEPADA PENONTON). Ha..ha terlalu banyak dia ini mendengar dongeng ternyata. Hei.. anak muda, kau yakin bisa membunuh seorang Belanda dengan itu?


52. Prajurit 3

Siap! Sebenarnya tidak yakin komandan!




53. Orang gila

(TERTAWA). Bagaimana kau bisa maju kemedan perang, tanpa keyakinan? Dasar amatiran! Kalau begitu, kau pasti mati muda. Sana kembali ke markas. Bilang pada kopral Djono, aku memerintahkanmu untuk mengambil senjata.


54. Prajurit 3

Siap Dan! (BERLARI KE ARAH SIDE KIRI)


55. Orang gila

Aku tak mau dia mati konyol. 


TERDENGAR DESINGAN PELURU DAN SUARA LEDAKAN BOM


56. Prajurit 3

(BERLARI MASUK DENGAN KEADAAN SEPERTI TERTEMBAK). Sembunyi, sembunyi! Kita diserang! (TAK LAMA MASUK BEBERAPA LASKAR LAINYA, BERKUMPUL DAN BERTAHAN DI ATAS PANGGUNG). Komandan, markas sudah di kepung, lari masuk hutan! 


57. Orang gila

(PANIK). Cukup! Medis! (MEMANGGIL PETUGAS MEDIS). Bawa dia ke tempat yang aman! 


58. Prajurit 3

Ko.. komandan (TERBATA-BATA). Ada yang berhianat. Iya, ia dekat disini. Di luka ku ini….


59. Orang gila

Wahai, siapa dia? Anak muda, nasibmu sangat menyedihkan. Beristirahatlah yang tenang..


60. Prajurit 3

Hati-hati komandan! Selamat berjuang! Selamat jalan!(KEMUDIAN MATI)


61. Orang gila

Pasukan! Bertahan, bertahan… buat barikade sekarang juga! (KEMUDIAN DENGAN GARANG BERDIRI MENANTANG PENONTON). Aku adalah macan hutan, nyawaku ada sembilan! Hilang satu, tinggal delapan. Belanda silahkan kalian datang. Boleh kalian menantang, boleh kalian terbujur kaku telentang!

Aku Singo Edan, tidak mundur selangkahpun. Rakyat Indonesia bersamaku. Merdeka! Merdeka! Mer-de-ka…(DARI BELAKANG SUGINO MENEMBAK KEARAH SINGO EDAN, ORANG GILA JATUH SEKETIKA). Aku tertembak.. aku kena!                         ( MERANGKAK DAN NAIK KEATAS MEJA. DUDUK DAN MEMPERHATIKAN LASKARNYA BERTAHAN)


PARA LASKAR MUNDUR DAN MENGHILANG DI SIDE KIRI.


62. Sugino

Bagaimana Singo Edan? Pertempuranya mengesankan? Semua pasukanmu mati di dalam hutan. Seratus orang kurang dua. Sementara kau melarikan diri. Dimana semangat heroik dan patriotik yang selama ini kau kobar-kobarkan?


63. Orang gila

Sudahlah! Jangan kau bahas lagi itu. Setiap kali aku mengingat pertempuran itu, aku mau muntah sendiri. (TURUN DARI MEJA Masih Menahan Sakit Di  punggung). Kau sendiri! Kemana kau saat itu? Kenapa ketika pertempuran dimulai kau sembunyi di belakangku? Kenapa Sugino, kenapa kau tembak aku dari belakang…..?


63. Sugino

(TERTAWA). Singo, singo… pertanyaanmu itu sudah terlalu basi untuk kujawab. Singo, kau memang pemberani, kau memang berprestasi. Apa yang tak kau miliki? Jujur saja. Aku sangat iri bila melihat bintang-bintang yang tersemat di dadamu. Aku iri melihat kedekatanmu dengan para petinggi. Aku iri melihatmu, mempunyai istri yang cantik. Dan aku iri, melihat kau jadi komandan kompi. (TERTAWA). Kadang-kadang aku tertawa sendiri bila mengingatmu Singo. Yeah… hanya tertawa saja. Singo sianak bodoh, yang dulu selalu kupermainkan dan ku tipu, tiba-tiba bisa menjadi seorang pemberani dengan segala kemujuran nasibnya. Ha..ha.. aku tak bisa terima itu Singo. 


64. Orang gila

Kau penghianat professional! Persetan dengan kau! Yang penting sekarang kau telah membusuk di neraka! Aku puas… aku puas telah mengeluarkan isi kepalamu bedebah! (TERTAWA). 


65. Sugino

Singo, aku telah merebut hidupmu. Kau harus ingat itu! Aku telah merebut istrimu yang cantik. Aku telah merebut anakmu. Aku telah merebut segala simpati orang yang diberikan padamu.

Aku lebih puas lagi, lebih puas dari kau Singo edan!


66. Orang gila

Cukup! Aku sudah cukup puas melihat mu mati dengan cairan putih yang keluar dari kepalamu. Aku puas. Kau sudah tak merasakan alam kemerdekaan. Ha..ha… kau terkurung di dasar neraka. Dasar kutu busuk!


67. Sugino

Singo, aku memang mati dan itu oleh tanganmu sendiri. Siapa bilang aku terkurung oleh dosa-dosaku? Buktinya, saat ini aku bersamamu, selalu bersama ketika kau merasa sepi dan butuh hiburan. Butuh romantisme! Ha..ha.. aku merdeka Singo! Merdeka yang sesungguhnya. Sedang kau? Aku begitu sedih bila melihatmu Singo. Kalau air mataku bisa menetes, aku akan menangis sepanjang malam, hanya untukmu kawan. Siapa bilang kau merdeka? Siapa bilang kau mendapatkan jerih susahmu selama revolusi menyala?

Ha.. taik kucing! Lihat! Kau… gembel! Lihat! Kau.. miskin! Lihat! kau.. bau! Tak adakah bonus yang kau terima dari hasil kerjamu? Tak adakah perhatian dan hormat orang sekelilingmu? Bung, 8 tahun kita merdeka. Roda revolusi berjalan dengan sangat cepatnya. Semua tergiling. Yang sanggup bertahan akan memakan segalanya. Yang tidak sanggup… hah… gila… gila seperti kau Singo.

Aku iba sekali bila melihatmu di cemooh orang-orang… kasihan kau. Tapi aku patut bersukur padamu Singo. Kematianku ditanganmu ternyata ada hikmahnya. Andaikan saat ini aku hidup, entahlah, apa aku bisa bertahan.


68. Orang gila

Hei… manusia buduk! Picik sekali pemikiran kau! Aku bukanlah orang yang patut dikasihani. Bukan! Kehormatan bagiku bisa menjadi malaikat maut bagi dirimu. Orang seperti kau, bila saat ini hidup, paling-paling Cuma bisa menjai labuh putih. Menggantung pada orang yang berharta. Tak segan untuk menjilat pantat mereka. (TERTAWA)


69. Sugino

Jangan sinis melihatku orang gila. Tapi sinislah pada dirimu sendiri. 

Jangan tertawa padaku. Tapi tertawakanlah nasibmu yang sekarang ini. Manusia yang hidupnya hanya bersandarkan pada ideologi, mimpi-mimpi…tak mau melihat realita…dapat apa kau dari itu semua? Kemerdekaan? Kau bilang kau merdeka? (TERTAWA). Sejak kapan kau merdeka? Perasaan sejak aku mati kau tak pernah merdeka. Memang sih, sepintas hidupmu merdeka. Melebihi kemerdekaan itu sendiri. 

Tapi sesungguhnya kau terantai oleh kemerdekaanmu. Terbelenggu oleh rasa penyesalanmu! Dan sanksi masyarakat yang kau terima telah memojokkanmu jauh… di sudut kolom hiburan sejarah. Kau bukan siapa-siapa… kau tak layak untuk masuk kedalam catatan sejarah. Kau kalah, kalah, kau tak pernah merdeka. Kau penyendiri, kau penikmat onani. Kau sepi. Kau…


70. Orang gila

Cukup Sugino! Atau aku akan membunuhmu untuk yang kedua kali?


71. Sugino

Kalau kau rasa itu perlu. Bunuhlah… kalau kau rasa kau bisa merdeka, lakukanlah…

aku hanya potongan-potongan citra yang terekam dalam memori ingatanmu. Kalau kau rasa itu penting, jangan tunggu waktu lagi, jangan tunggu esok hari, ini moment yang tepat


TERDENGAR RINTIK HUJAN SAYUP-SAYUP


73. Orang gila

Banyak omong kau! (LALU DENGAN CEPAT SINGO MENGELUARKAN PISTOL MAINANNYA DAN MENEMBAKKAN KEARAH SUGINO).

Mampuslah kau!

 (TERDENGAR BUNYI PELURU, BLACK OUT. SUGINO JATUH KE LANTAI)

Matilah kau untuk kedua kalinya…


74. Sugino

Merdeka! 


LALU ORANG GILA MEMBERESKAN JENASAH SUGINO. MEMBAWANYA KELUAR PANGGUNG.


75. Orang gila

(MENYESAL, MENAHAN NAFAS, MENGGERAM). Kenapa ya.. tuhan, kenapa aku di takdirkan sendiri. Sugino adalah temanku, sekaligus musuhku. Tapi sampai saat tadi, hanya dia yang kumiliki. Aku tak punya apa-apa lagi tuhan. Aku tak punya sesuatu yang bisa aku banggakan. Kemerdekaan telah mengucilkan aku dari kehidupan. Kehidupan telah menertawakanku sebagai Singo Edan. 

Tuhan, aku pernah berharap suatu ketika setelah Indonesia merdeka, aku punya istri, punya anak yang sekolah tinggi punya Sugino yang sudah kuanggap bagian hidupku. Punya merdeka.. merdeka dari ketersesakan dadaku.

Apalah daya. Tuhan…

(MENGHAMPIRI BENDERA YANG TERKULAI). Aku Cuma manusia yang hidup dengan mimpi-mimpi. Tanpa mimpi hidupku sepi. Hidupku sepi.

(NAIK KE ATAS MEJA). Sekarang aku mau mati. Aku numpang mati di bumimu. Terserah kau terima atau tidak. Aku mati, mati sepi. (LALU MEREBAHKAN DIRI).


SUARA HUJAN. BLACK OUT


Chapter II


PANGGUNG MASIH SAMA. ORANG TUA TERBARING DI MEJA. SUARA HUJAN SUDAH TAK TERDENGAR


1. Petani 1

Wah… benar-benar kemerdekaan ini anugerah tuhan. Tadi hujan… sekarang sudah reda.


2. Petani2

Iyo, kang, hujannya reda lagi. Nanti malam, jadi peta slametanya ya. Aku dengar Soekarno sudah sampai di desa sebelah.




3. Petani 3

Lha, iki sopo to kang? (MENUNJUK PADA ORANG GILA YANG TERTIDUR DI MEJA). Hujan-hujanan tidur disini. 


4. Petani 1

tidurnya begiu pasrah. Wajah yang jujur, wajah yang berseri. Dia tidur seperti mati


5. Petani 2

lha kang, iki mayit iki, wis ora eneng nyowone…

yakin aku iki mayit….


6. Petani 1

bener ini mayit? Kamu yakin? Yo wis, ojo di ganggu turune. Meneng wae. 

Yuk mlaku maneh, mengko awak dewe ketinggalan pesta.


Pondok kopi-menteng

03-04 Agustus 2004


Senin, 31 Januari 2022

Surat-surat dari Pedalaman [1]


Dear Tuan Hujan


Sekiranya Anda dalam keadaan sehat bahagia ketika membaca kisah-kisah yang saya tuliskan ini.

Setelah surat Tuan terakhir yang saya terima, saya jadi terkesima dengan adegan dimana Tuan mengisahkan sejarah berdirinya pasar-pasar tradisional di negeri tuan.

Kamis, 28 Maret 2019

Sandi Satu Kartu Dari Sandi Mentahkan Ribuan Kartu Janji

 Oleh: Hujan Tarigan


SELAIN semua kartu program yang dijanjikan oleh Pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden Petahana memerlukan Kartu Tanda Penduduk sebagai pengantar kepengurusannya, KTP yang kini berada di saku pembaca semua memiliki makna yang luar biasa berkali-kali hebat dan nyata-nyata dahsyat.

Saya akan ilustrasikan kehebatan KTP, yang barangkali Anda tak sadari, lewat sebuah karya fiksi.

Tahun 2001, Saya menonton sebuah film karya sutradara Iran kesohor yang mahsyur dengan karya-karya humanisnya. Judulnya adalah Baran. Dalam bahasa Parsi, Baran berarti Hujan. Film besutan Majid Majidi ini menjadi film terbaik di Montreal Film festival (Kanada) 2001. Berkisah mengenai perjuangan cinta seorang pemuda Iran dengan seorang imigran, pengungsi dari Afghanistan.

Film yang biasa diputar di saat lebaran ini berlatar belakang pada masa perang Afghanistan melawan Uni Soviet pada 1990.

Selasa, 12 Maret 2019

Malaka Terbelah, Antara Kesetiaan Hang Jebat dan Keyakinan Hang Tuah

Oleh: Hujan Tarigan


GANGGUAN BIPOLAR yang tengah menjangkiti sebagian besar masyarakat Indonesia hari ini, termasuk penghuni dunia maya, menjadi ancaman serius dalam menghadapi suksesi Pemimpin Negara pada 17 April 2019 mendatang.

Dalam dunia medis, gangguan bipolar ini terhubungan dengan perubahan suasana yang tengah bergelayut di hati dimulai dari titik terendah depresif/tertekan menuju kulminasi tertinggi/manik.

Meski perawatan dapat membantu, namun gangguan ini tidak dapat disembuhkan. Di titik kronis, gangguan ini bisa bertahan selama bertahun-tahun atau bahkan sampai penghidapnya berkalang tanah.

Rabu, 06 Maret 2019

Paradoks Pengamanan Pilpres Di Sumut

Oleh: Hujan Tarigan


KINERJA Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam mengantisipasi potensi konflik menjelang Pilpres sungguh patut diacungi jempol. Kericuhan yang muncul saat  peringatan Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke-93 pada Rabu (27/2) di Tebing Tinggi itu langsung dipadamkan dengan cepat dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Harapannya, dengan reaksi cepat bak pemadam kebakaran itu, Polda Sumut menjadi role model bagi kepolisian di daerah lain untuk penanganan keributan yang muncul di tengah masyarakat yang tengah terjebak di dalam situasi binary opposition.

Selasa, 21 November 2017

"Ini Medan, Bung!"

Oleh: Hujan Tarigan

DENGAN tanda seru di belakang frasa itu, kata "Bung" semakin angker dan tidak bersahabat. Itulah persepsi yang dibuat dan kemudian masuk ke dalam program di kepala banyak orang.

Sekarang, mari kita bicara tentang Medan.

Selasa, 29 November 2016

"Pedagogi"



Oleh: Hujan Tarigan

Sekelompok kaum tengah merayakan keberhasilannya memasang api unggun di dalam gua. Mereka menari, merayakan bayangannya sendiri. Mereka takjub dengan penemuan teknologi.

Jelang dinihari, manusia gua mulai panik. Api yang menyala mulai padam cahayanya. Samar dan kian redup, bayangan di dinding gua mulai menghilang. Kegelapan mulai pasti menyelubungi. Manusia gua bergandengan tangan menatap pesta api yang beranjak kelam. Mereka bertangisan, mengharap bayangan mereka sendiri kembali hadir dan menghibur mereka.

Stasiun Binjai, 29/11/2015


Disclaimer

Selamat datang di C3 Hujan Tarigan. Semua tulisan yang ada di blog ini dapat diapresiasi secara bebas. Silakan mengutip sebagian atau seluruh tulisan asal dengan catatan menyebutkan nama penulis dan alamat Catatan Catatan Cacat. Terima kasih atas kunjungan Anda. dan jabat erat dari Saya.